Sebagian orang beribadah kepada Allah semata-mata karena mengharapkan imbalan, dan itulah ibadahnya para pedagang. Sebagian lagi beribadah karena takut terkena hukuman, dan itulah ibadahnya para hamba sahaya. Dan sebagian lagi beribadah karena bersyukur kepada Allah, dan itulah ibadah orang-orang yang merdeka jiwanya. Ali bin Abi Thalib dalam Nahjul Balaghah
Ketika kita kecil, orangtua, guru ataupun orang di sekitar kita tentu pernah mengingatkan bahwa kita harus beribadah agar mendapat pahala yang akan membawa ke surga. Kita juga sering diingatkan akan adanya hukuman jika meninggalkan ibadah. Dengan demikian, tak jarang motivasi beribadah pada awalnya lahir dari keinginan mendapatkan pahala dan menghindari siksa.
Al-Qur’an sendiri dalam banyak ayatnya menyebutkan pahala dan kebaikan bagi orang yang menjalankan ibadah dan ancaman siksa bagi yang meninggalkannya. Tentu kita tidak bisa serta merta mengatakan orang yang beribadah karena mengharapkan pahala atau terhindar dari siksa adalah keliru. Selama ibadah dilandasi dengan niat yang tulus ikhlas dan dipersembahkan hanya kepada Allah Ta’ala tentu tak akan pernah sia-sia.
Merujuk ucapan di atas, Ali bin Abi Thalib menyebutkan bahwa ibadah yang semata-mata hanya mengharapkan sesuatu adalah ibadahnya para pedagang, sedangkan ibadah yang dilakukan semata-mata karena takut terkena hukuman adalah ibadahnya hamba sahaya. Namun ibadah pada tingkatan yang lebih tinggi lagi adalah mereka yang beribadah bukan karena berharap imbalan atau menghindari hukuman. Mereka adalah orang yang beribadah atas dasar cinta kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya. Ali bin Abi Thalib menyebutnya sebagai ibadah orang yang merdeka jiwanya.
Inilah ibadah pada tingkatan yang lebih tinggi. Untuk beribadah seperti itu tentu tidak mudah. Diperlukan pengetahuan yang mendalam agar bisa memahami dan menghayati esensi dari ibadah yang dilakukan. Buat orang-orang yang jiwanya merdeka, apapun tingkah lakunya bisa bernilai ibadah karena semuanya ditujukan hanya dan untuk Dia Yang Maha Pemurah, bukan yang lain.
Karena itulah, Nabi Muhammad SAW senantiasa terus beribadah di tengah malam ketika orang lain sedang terlelap. Ketika istri beliau Aisyah suatu malam terjaga dan menanyakan mengapa beliau sholat begitu lama meskipun telah dijamin mendapatkan surga, maka Nabi yang mulia menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur kepada Rabb ku?”
Nabi mengajarkan kepada kita beribadah yang dilandasi rasa cinta. Ibadah seperti ini akan menjadi kebutuhan, bukan kewajiban yang memberatkan. Ibadah di mana seorang hamba ingin selalu dekat dengan Tuhannya, sebagai wujud rasa syukur dan pengabdian kepada-Nya.
Semoga Allah menanamkan kepada kita rasa cinta kepada-Nya sehingga kita dapat beribadah kepadanya dilandasi dengan kecintaan dan pengetahuan. Ibadah yang dilakukan oleh hamba yang bersyukur kepada Rabb-nya.
Dan Allah Lebih Mengetahui.
semoga keimanan kia bertambah sehingga bukan jd pedagang dan hamba sahaya.
Sebagai orang merdeka sajalah ya…..kadang lupa kadang ingat 🙂
Great notes…!catatan bapak "Namun ibadah pada tingkatan yang lebih tinggi lagi adalah mereka yang beribadah bukan karena berharap imbalan atau menghindari hukuman. Mereka adalah orang yang beribadah atas dasar cinta kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya". ini adl cara tahapan menuju cinta alloh : 1.Membaca al-Qur'an dengan merenung dan memahami kandungan maknanya sesuai dengan maksudnya yang benar 2. Taqarub kepada Allah swt, melalui ibadah-ibadah sunnah setalah melakukan ibadah-ibadah fardlu. 3. Melanggengkan dzikir kepada Allah dalam segala tingkah laku, melaui lisan, kalbu, amal dan perilaku. 4. Menghayati kebaikan, kebesaran dan nikmat Allah lahir dan batin akan mengantarkan kepada cinta hakiki kepadaNya 5. Menyendiri bersama Allah ketika Dia turun. Kapankan itu? Yaitu saat sepertiga terakhir malam 6. Bergaul dengan orang-orang yang mencintai Allah, maka iapun akan mendapatkan cinta Allah s.w.t.Semoga qt istiqomah di jalan-Nya. amin