Cintailah orang yang kau cintai sekedarnya saja; siapa tahu – pada suatu hari kelak – ia akan berbalik menjadi orang yang kau benci. Dan bencilah orang yang kau benci sekadarnya saja; siapa tahu – pada suatu hari kelak – ia akan menjadi orang yang kaucintai.
Kutipan di atas adalah ucapan Imam Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah yang dirangkum dalam buku Nahjul Balaghah – kumpulan pidato, ucapan dan surat-surat beliau.
Dalam hidup kita selalu memiliki orang-orang yang dicintai. Kita mencintai pasangan kita, keluarga kita, dan teman-teman kita. Sedemikian tinggi kecintaan itu hingga jika suatu saat ketika mereka meninggalkan, terasa kesedihan yang mendalam.
Demikian pula halnya dengan kebencian. Biasanya kita juga memiliki orang-orang yang dibenci baik karena kelakuannya, hubungan yang tidak baik di masa lalu, maupun karena berbagai hal lainnya. Terkadang sedemikian besar kebencian tersebut sehingga seseorang merasa senang jika orang yang dibencinya mendapatkan musibah.
Kembali kepada ucapan Imam Ali di atas, beliau mengajarkan untuk bersikap di tengah-tengah ketika mencintai maupun membenci. Boleh jadi kita mencintai seseorang namun suatu saat berbalik arah menjadi benci. Atau sebaliknya membenci seseorang yang suatu saat kita cintai. Manusia boleh bercita-cita, tapi tetap masa depan adalah sesuatu yang gaib dari pengetahuannya.
Berbicara dalam konteks yang lebih luas, mencintai dan membenci ini akan berlaku pula untuk banyak hal lain dalam kehidupan. Kita mencintai harta yang susah payah dikumpulkan, kita mencintai kendaraan yang dibanggakan, kita juga mencintai anak-anak sebagai penerus keturunan. Bagaimana jika suatu saat apa-apa yang kita cintai diambil kembali oleh Sang Pemilik? Akankah kita berduka karenanya atau tetap tersenyum dan melepas dengan penuh kerelaan?
Manusia tidak pernah tahu apa yang terbaik bagi dirinya sebelum Allah membukakan rahasia tersebut bagi pribadi masing-masing orang. Seringkali kita merasa sesuatu itu baik padahal mungkin buruk. Dan sebaliknya kita merasa sesuatu itu buruk padahal sebenarnya baik buat diri kita. Baik dan buruk seringkali diukur oleh syahwat dan hawa nafsu kita. Apa yang kita anggap baik karena menyenangkan dan apa yang kita anggap buruk karena menyulitkan.
Baik dan buruk seringkali diukur oleh syahwat dan hawa nafsu kita. Apa yang kita anggap baik karena menyenangkan dan apa yang kita anggap buruk karena menyulitkan.
Disinilah agama mengajarkan untuk mengambil sikap yang ditengah-tengah. Kita mencintai sesuatu karena mungkin belum mengetahui keburukan di dalamnya. Dan kita membenci sesuatu karena mungkin belum mengetahui kebaikan di dalamnya.
Jika ditelusuri lebih jauh, apa yang dihadirkan pada diri seseorang, baik dan buruk, suka dan duka, cinta dan benci, sejatinya semua berasal dari sumber yang satu. Semuanya adalah tamu yang Allah hadirkan dalam kehidupan. Jika semua yang hadir adalah tamu-Nya, maka sewajarnya diperlakukan dengan layak dan hormat sebagaimana kita menyambut tamu dalam kehidupan sehari-hari. Buat orang-orang yang tercerahkan, sesuatu yang menyenangkan maupun sesuatu yang tidak menyenangkan pada dasarnya sama saja. Hal tersebut tidak akan membuat mereka terlalu bersukaria ataupun terlalu berduka atas kedatangan maupun kepergiannya.
Karenanya, jika menghadapi hari-hari yang tidak enak, situasi yang membuat jengkel, sikap orang yang tidak pada tempatnya, jangan buru-buru menyalahkan siapa-siapa. Sebab boleh jadi itu adalah “tamu” yang harus diterima dan dilayani. Demikian pula jika menjalani hari-hari yang nyaman, kemudahan demi kemudahan, jangan pula cepat terlena. Sebab boleh jadi itu juga “tamu” yang datang untuk menguji.
Semoga Allah mengajarkan kita untuk mencintai dan membenci sesuatu dengan tepat.
Sebagai penutup, mari perhatikan ayat Al-Qur’an surat Al Hadiid [57] ayat 22-23 berikut:
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu (nafs) sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.
thanks a lot for the article ya noer,mencerahkan & menyegarkan spt oasis di tengah gurun kerasnya kehidupan
memuji dan menghina sekedarnya saja. smua milik allah
Suka beda dg memuji, org yg suka blm tntu memuji, benci beda dg menghina, org yg benci blm tentu menghina.. krn kata2 trsebut berbeda kata bahkan makna dlm bhs arab (ilmu nahwu), klo dlm pemahaman bhs indonesia mmng srupa.. jd hati2 klo d tafsirkan sprti itu (mnghina).. krn mnghina dilarang dlm al quran (qs hujurat).. sdgkan mmbenci diperbolehkan tp sbatas pd prbuatan bkn orngnya.. maaf klo ada salah2 kata..
Ijin di copy yah…:-)
Terima kasih teman-teman semuanya. Semoga bisa saling mengingatkan.@ Bu EnnySilakan dicopy Bu. Semoga bermanfaat.
Nice analogy, to treat any condition/situation as the honor guest. Bagus nih buat persiapan mental saat kerja jadi Customer Service. thanks.
please tag me on your future note.
nur.. ku share yah… it's very nice reading..
@ RachmatThanks Pak. Buat orang Customer Service memang harus betul-betul tabah menghadapi semua orang. I will tag you on future notes.@ YaniSilakan dishare Yani. Bisa klik langsung di bawah notes ada Share on Facebook. Atau kalau share ke tempat lainnya monggo dicopy.
walaupun blom kenal…mohon ijin men-share yaa…this article is very nice…
@ AliaSilakan dishare Mbak. Semoga bermanfaat dalam rangka saling menasehati.
Kalau menurut saya, Tuhan mengajarkan kita utk selalu mencintai dan tidak membenci siapapun. Mencintai, tp tetap ikhlas bila kehilangan.Yg penting, kita tidak boleh mencintai apapun atau siapapun melebihi kita mencintai Tuhan.. Thanks
@ Dewa,
Terima kasih Mas Dewa atas sharingnya.
Cinta tertinggi hanyalah untuk Tuhan yang menjadi tujuan seluruh arah hidup kita.
nice artikelll
Bagus sekali Cak…Terimakasih, saya dapat pelajaran.,
Tuhan memberkati
Asslmkm mas Noer….
Mohon ijin untuk men-share artikel ini, semoga lbh banyak lagi saudara2 kita yg bisa menjadi gol orng yg shabar. Jazakallah khair…..
Bagus Artikelnya Pak, tapi bagaimana kita menimbang besar kecilnya cinta dan benci, semuanya terjadi di alam bawah sadar kita, tapi bisa kalau kita menembus pikiran kritis kita menuju alam bawah sadar melalui meditasi masuk kegelombang alpha dan theta,yang sangat relax, dimana disitu adanya ketenangan dan kasih sayang tiada sedikitpun kebencian, sekedar canda
Memang mencintai dan membenci sekedarnya tidak mudah. Tanda sederhananya adalah kita tidak terlalu berduka dengan apa yang hilang dan tidak terlalu bersuka cita dengan apa yang didapatkan.
membenci dan mencintai bagai dua sisi pada satu keping koin,,
jzk sdh diingatkan..
Enak sekali dibaca, bikin sejuk suasana. Nuhun pisan Mas Noer. Mohon ijin untuk dibagikan ke keluarga dan anak anak.
Ada pepatah “batas antara cinta dan benci itu tipis”.
thank you atas pencerahannya pak Noer!!
Tidak selalu membenci seseorang karena tidak suka dan sangat sayang bbukan sebab terlena… Ada banyak hal yang mestinya direnungkan untuk apa benci dan cinta…