Saya sangat mengingat kutipan berikut dari buku Emotional Intelligence karya Daniel Goleman. Kutipan dari Aristoteles ini mengajarkan orang untuk berpikir dan merenung sebelum membuat keputusan untuk marah.
“Siapapun bisa marah – marah itu mudah. Tetapi, marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik – bukanlah hal mudah.”
Aristoteles, The Nicomachean Ethics
Manusia memiliki sifat amarah yang seringkali dilambangkan dengan warna merah atau simbol api. Mengapa demikian? Mungkin karena sifat marah itu bisa membakar apa saja yang ada di sekitarnya. Memporakporandakan seluruh tatanan yang ada karena kemarahan.
Mengapa Manusia Marah?
Kita seringkali marah karena orang atau kejadian di sekeliling kita. Kita jengkel ketika ada orang yang tiba-tiba menyalip kendaraan kita, marah ketika anak terus menerus merengek minta dibelikan sesuatu yang tidak kita setujui, marah ketika sesuatu yang kita harapkan tidak terjadi.
Mengapa manusia bisa marah? Sebenarnya setiap diri kita membawa bahan bakar kemarahan. Ada yang kadarnya tinggi dan ada yang rendah. Ketika harga diri kita disinggung, ego kita dipersoalkan, maka ada percikan api yang muncul. Jika percikan tersebut berdekatan dengan bahan bakar yang banyak, maka meledaklah kemarahan yang kadangkala tidak terkendali. Namun jika bahan bakarnya sedikit, mungkin hanya api yang besar yang bisa membuatnya menyala.
Ada Yang Hilang Ketika Kita Marah
Ketika seseorang marah, ada aspek dirinya yang hilang. Kita bisa saksikan seringkali orang bertindak tidak rasional ketika marah. Seorang ayah mungkin memukul anaknya sekuat tenaga ketika marah untuk kemudian menyesalinya. Seorang suami mungkin menyakiti istrinya secara fisik ketika marah, seorang istri mengeluarkan kata-kata yang menghina dan menyakitkan suaminya ketika marah, dan seorang atasan bisa menjadi sangat buas kepada anak buahnya ketika marah.
Kemarahan membuat seseorang kehilangan akalnya. Dan seringkali timbul penyesalan setelah amarah tersebut dilampiaskan. Jika dampaknya tidak seberapa tentunya masih bisa diperbaiki, tapi bagaimana jika kemarahan yang telah dilampiaskan tersebut membawa dampak dan kerusakan yang besar? Tentunya kita akan rugi sekali. Bayangkan ketika Anda diliputi kemarahan di jalan tol karena ada orang yang menyalip Anda. Jika tidak menguasai diri, mungkin Anda bakal kejar-kejaran layaknya pembalap jagoan. Dengan emosi yang tinggi konsentrasi pun menjadi buyar. Karena kemarahan yang dilampiaskan tadi bisa-bisa Anda harus mengorbankan nyawa diri sendiri atau orang lain karenanya.
Mengendalikan Amarah
Karena berbahayanya kemarahan, maka menjadi penting untuk mengendalikannya. Ibarat mengendalikan seekor kuda, boleh jadi sang kuda jauh lebih cepat dan lebih kuat dari penunggangnya. Tapi sang penungganglah yang mengarahkan ke mana sang kuda harus pergi. Kapan dia harus diam dan kapan harus berlari. Kemarahan yang tak terkendali ibarat kuda liar yang melemparkan penunggangnya dan berlari tak tentu arah.
Sifat amarah tidak selamanya buruk karena pada saat tertentu dibutuhkan. Marah dalam kadar yang tepat membantu seseorang untuk membela negaranya ketika diserang musuh. Menegakkan keadilan ketika diri atau keluarganya dirampas haknya oleh orang lain. Dan mendidik orang-orang yang perlu diluruskan agar bertindak benar.
Untuk dapat mencapai ke sana, tentunya diperlukan penguasaan diri yang baik terhadap kemarahan. Dalam salah satu hadis Nabi disebutkan, ketika kamu marah dan dalam keadaan berdiri, maka duduklah, jika masih marah, berbaringlah, jika masih marah berwudhulah.
Bagi saya ini adalah suatu cara mengendalikan diri ketika amarah memuncak. Bagaimana kita mengambil jarak dan kendali emosi agar tidak diatur oleh kemarahan itu sendiri. Setelah keadaan lebih tenang, maka diri akan lebih jernih untuk menilai apakah kemarahan tersebut sesuatu yang tepat, diridhai Allah, atau hanya demi mempertahankan ego dan harga diri semata. Tentunya ada makna yang jauh lebih dalam dari hadis tersebut.
Alkisah dalam sebuah peperangan, Ali bin Abi Thalib telah memukul jatuh lawannya dan bersiap-siap untuk menebaskan pedangnya. Tanpa diduga musuhnya meludahi wajah Ali sehingga menyebabkannya batal membunuh sang lawan. Ali mengurungkan niatnya untuk menebaskan pedang dan malah memasukkan kembali pedangnya.
Sang lawan menjadi heran dan bertanya, “Mengapa engkau tidak jadi membunuhku?”
Ali berkata, “Sebelumnya aku hendak membunuhmu karena Allah. Tetapi ketika engkau meludahiku, aku menjadi marah. Jika aku membunuhmu, maka itu kulakukan karena amarah dan bukan karena Allah. Karenanya aku mengurungkan niat tersebut.”
Sang lawan pun tertegun menyadari betapa yang berdiri di hadapannya adalah orang dengan kepribadian besar. Orang yang hanya marah ketika memang diperlukan, untuk suatu alasan yang haq, kepada orang tepat, dengan kadar kemarahan yang seharusnya.
Untuk itu wahai pembaca budiman, mari kita kendalikan diri dan amarah kita. Ibarat mengendalikan kuda, pegang erat-erat tali kekangnya sehingga sang kuda tak bisa seenaknya berlari tanpa izin dari tuannya.
Seperti yang dikatakan Aristoteles dalam pembukaan tulisan ini, jika sekadar memperturutkan marah maka itu adalah hal yang mudah. Akan tetapi marah karena alasan yang benar, dengan cara dan kadar yang benar, kita semua harus sama-sama belajar dan memohon pertolongan-Nya.
Semoga Allah membantu saya dan Anda dalam memperbaiki diri dan mengendalikan amarah.
Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. (QS. Asy Syuura 42:37)
Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (QS. Al-A’raf 7:199)
Assalamualaikum Wr Wb.
Benar sekali bahwa MARAH ITU TIDAK MUDAH, hari selasa kemarin, karena dosen saya sibuk, saya diminta membantu mengajar mata kuliah Algoritma untuk adik kelas, karena adik kelas belum punya kesadaran diri untuk belajar, maka ketika saya ngajar ada yang sangat meremehkan, namun saya berusaha menyadarkan dia dengan cara memarahi secara halus, namun dia tetap bandel, apalagi saya orangnya sulit untuk marah ke orang lain. jadi benar sekali MARAH ITU TIDAK MUDAH. hehe
biasanya orang yang sedang marah, mendadak jadi orang bego. “Otakmu taroh dimana sih?”….udah jelas2 otak ada dikepala, masih ditanya lg.
Betul, orang yang marah kehilangan sebagian akal-nya. Karenanya jangan sering-sering marah ya 🙂 Ntar makin banyak yang hilang.